Atas: Satou-sensei - Himari - Takahashi-sensei Bawah: Yuki - Hikari - Kyouko |
Basic Information: anidb.net/perl-bin/animedb.pl?show=anime&aid=12374
Ngelantur Sebentar:
Udah ada first impression-nya. Lanjut ke review aja ya?
Sinopsis:
Sempat dibenci dan dikucilkan di masa lalu, Ajin, yaitu para makhluk setengah manusia, tak lagi menjadi bahan bulan-bulanan di era modern. Kini mereka dianggap sebagai manusia biasa yang sekadar memiliki identitas berbeda.
Takahashi Tetsuo adalah seorang guru Biologi yang punya ketertarikan ilmiah terhadap para Ajin tersebut. Beruntung, ada 4 orang makhluk setengah manusia yang mendadak berada dalam jangkauan observasinya. Ada vampir, Takanashi Hikari. Ada dullahan, Machi Kyouko. Ada yuki-onna, Kusakabe Yuki. Juga ada sesama guru, succubus Satou Sakie.
Melalui interaksi dengan mereka berempat, Takahashi-sensei mendapatkan banyak data berharga untuk tesis yang sedang dikerjakannya. Bukan hanya itu, dirinya pun perlahan mampu memahami sekaligus memberi solusi atas masalah-masalah yang dihadapi keempatnya secara mendalam dan menyeluruh.
Dan juga melalui salah satunya, Hikari, sang guru Biologi tersebut mengetahui kalau kata Ajin sudah ketinggalan zaman, yang pada masa kini digantikan dengan istilah Demi.
Review:
ANIME INI MEMUASKAN BANGET! Pepatah bahasa Inggris yang mengatakan "Don't judge a book by its cover" sangat valid untuk yang satu ini. Casing-nya mungkin nggak meyakinkan, tapi kontennya... luar biasa. Nggak memberikan tendangan PHP ataupun gerakan 378, namun memberikan sesuatu yang jebret tingkat dewa.
Ini nggak lebay karena tentu ada faktor-faktor pendukung yang membuat saya bisa bicara demikian.
Kelebihan!
Interview #1 - Characters!
Para karakter utamanya nyaris nggak ada yang one-dimensional. Hikari bisa saya anggap iya (cheerful, cheerful, and... cheerful), tapi sisanya nggak sama sekali, bukan sekedar karakter yang bisa didefinisikan hanya dengan 1 macam trait. Kyouko yang keliatan kalem-kalem lembut ternyata punya keinginan mendalam untuk tahu lebih jauh tentang dirinya sebagai dullahan, juga nggak tersinggung dengan jokes yang menyangkut tentang keunikan dirinya (bahkan sebenernya dia pengen bercanda dengan topik tersebut). Yuki yang keliatannya melankolik murung-murung di awal, pada akhirnya nggak lagi sering berpikiran negatif tentang diri sendiri, juga ternyata punya ketertarikan pada lawakan jadul. Satou-sensei bener-bener unik, suatu bentuk antitesis terhadap succubus klasik yang ada dalam legenda dan berusaha SANGAT KERAS untuk melawan nature-nya sebagai succubus.
Dan tentu aja buat Takahashi-sensei! Saya kagum banget sama karakter satu ini yang selalu bertindak sesuai kapasitasnya sebagai sosok akademisi, dan selalu bisa membawa keempat Demi yang ada kepada pemecahan masalah yang efektif tanpa harus bersikap sok pahlawan. Dia juga nggak sotoy alias sok tahu. Kalo beneran nggak tahu karena emang di luar bidangnya, dia nggak ragu untuk meminta bantuan orang lain yang lebih expert (ep 10). Terakhir, yang bikin saya harus tepuk tangan adalah pengakuan si pak guru itu kalo pada awalnya dia tertarik dengan para Demi karena murni rasa penasaran secara personal, namun perlahan berubah menjadi ketulusan untuk membantu keempat Demi di sekitarnya. Semacam punya balance antara brain and heart yang dibentuk lewat interaksi-interaksi yang keliatannya santai namun berarti. Keren lah!
And... hey Takahashi-sensei, now you're one of the best male anime character in my opinion.
Interview #2 - Explorative!
Keseluruhan tema eksplorasi yang diangkat bener-bener unik dan memuaskan. Seperti yang udah saya katakan di first impression, yang kali ini dieksplorasi bukan lingkungan eksternal, namun para Demi per individu. Dipadukan dengan rasa penasaran bernafaskan intelektualitas dari karakter utama, semua hal menyangkut nature para Demi tersebut diceritakan dengan sangat luwes dan ngalir alamiah. Nggak ada yang terasa dipaksain.
Bukan cuma itu, hal-hal yang membuat penasaran penontonnya (baca: saya) pun diceritakan tuntas! Keseluruhan mental dan fungsi kognitif saya sukses dibuat menjerit gembira setiap kali ada nature seorang Demi yang ditelaah sampai ke detail-detailnya (episode 10 FTW!). Langkah-langkah penyelesaiannya pun enak ditonton, apalagi buat saya yang pada dasarnya science enthusiast (selain history enthusiast :P). Urutannya rapi. Memang nggak selalu terjadi di setiap episode, tapi biasanya ada hipotesis dari Takahashi-sensei, lalu ada sesi brainstorming dengan klien Demi, sesekali membahas hasil riset dari pustaka dongeng masa lalu, juga kadang ada pengujian melalui eksperimen-eksperimen santai yang nggak rumit, yang pada akhirnya menghasilkan kesimpulan yang paten. Semuanya ringan dan nggak njelimet.
Masih ada! Eksplorasi di sini nggak sekedar mengungkap nature para Demi sebagai makhluk unik, tapi juga pengaruhnya bagi nature manusia normal mereka. Inget, di sini mereka bukan monster gaib dunia antah-berantah. Gimana "bentuk fisik" Kyouko mempengaruhinya dalam kegiatan sehari-hari, gimana overthinking Yuki (yang belum terbukti) membuatnya menjauh dari orang banyak, serta gimana repotnya Satou-sensei akan kemampuan yang dimilikinya plus hubungannya dengan idealismenya tentang suatu hubungan romantik. Khusus Hikari, kebanyakan pengungkapan sisi kemanusiaan dan ke-Demi-annya adalah melalui keluarganya, berkutat seputar pengaruh nature vampir pada umumnya terhadap selera tertentu dan panca indera yang dimiliki.
Dan yang terakhir untuk faktor tema eksplorasi adalah...
Nggak menjurus ke sexualization!
Saya nggak tahu mulai nge-hits sejak kapan, tapi saya tahu kalo ada anime/manga dengan karakter makhluk setengah manusia yang menjadi objek ke arah... situ. Okelah, mungkin itu fetish personal, sehingga saya nggak punya hak untuk mengganggu gugat. Tapi! Anime ini sukses menunjukkan kalo segala sesuatu berbau setengah manusia nggak harus diarahkan ke yang mesum-mesum. Memang di sini tetap ada beberapa adegan fanservice, namun biasanya menyangkut Satou-sensei yang pada dasarnya memang makhluk dengan nature "begitu" (cuma ditekan sekuat tenaga). Fanservice yang ada pun nggak menjadi sekedar pemuas syahwat penonton, tetapi memiliki dasar yang masuk akal. Kalo pun masih ada yang lain, itu berada dalam kuantitas dan intensitas yang amat sangat manageable dan nggak bikin saya ngomel.
Interview #3 - Message!
Di first impression saya katakan kalo saya "menangkap sesuatu" yang akan saya ungkap di full review. Sesuai janji, saya bongkar sekarang juga.
Yang akan saya katakan memang subjektif, dan otak yang berbeda mungkin akan menangkap sesuatu yang berbeda pula. Tapi... ada satu yang nggak bisa lepas dari pikiran saya setiap kali menonton para Demi di anime ini dengan segala problematikanya.
"Gimana seandainya kalo mereka itu sebenernya menggambarkan orang-orang yang punya kelainan?"
Eureka pun terjadi di dalem kepala saya. Itulah pemahaman menyeluruh yang saya dapatkan tentang anime ini, yaitu simbolisme tentang mereka yang kurang beruntung dalam beberapa aspek. Secara spesifik, begini kira-kira. Hikari bisa jadi simbolisasi untuk orang-orang dengan kelainan dalam hal mental. Kyouko untuk mereka yang physically disable. Yuki untuk mereka dengan gangguan dalam aspek psikologis. Terakhir, Satou-sensei bagi mereka dengan kelainan dalam hal seksual. Mohon maaf banget kalo dirasa menyinggung, tapi saya cukup awam dalam masalah kosakata untuk merujuk pada orang-orang seperti itu. Boleh dikoreksi kalo ada istilah yang lebih "halus".
Melangkah lebih lanjut, saya juga menyadari dua hal. Pertama, jangan merasa (maaf) jijik ataupun punya stigma negatif terhadap mereka yang punya kekurangan, ditunjukkan dengan masyarakat umum di sini yang udah menerima mereka sebagai orang biasa. Saya kurang tahu gimana di Jepang sana apakah secara general masih ada yang kayak begitu terhadap orang-orang yang demikian (sehingga mungkin perlu disindir lewat anime semacam Demi-chan), tapi saya berharap nggak di negara ini. Kedua, berkaca dari sikap Takahashi-sensei, menolong mereka tidak cukup hanya dengan hati, namun juga harus melibatkan otak. Kalo keduanya bekerjasama, maka bakalan tercipta solusi efektif bagi kekurangan yang dimiliki oleh orang-orang tersebut.
So, anime ini bukan sekedar hiburan bagi saya, tapi punya sesuatu yang baik yang bisa menjadi pembelajaran.
Sekarang ke aspek-aspek lainnya. Untuk visual, saya masih beranggapan sama seperti di first impression, nggak ada yang buaguuuss buanget, tapi juga nggak ancur parah. Masalah suara-suaraan juga demikian. Opening theme sama ending-nya nggak jelek, tapi nggak juga bisa dibilang bikin nagih. Seiyuu-nya aja yang lumayan. Hikasa Youko paling menonjol di sini setiap kali ada perubahan tone ekspresi suara, diikuti Shinoda Minami (yang pada dasarnya saya suka warna suaranya).
Lanjut ke kelemahan!
Nggak ada.
Serius, buat saya nggak ada yang ngurang-ngurangin. Dicari gimana juga nggak ketemu kalo secara pandangan personal. Cuma aspek-aspek netral itu aja (audiovisual) yang nggak bisa ngasih nilai plus, tapi juga nggak ngurangin. Pas di taraf acceptable. Maaf kalo dirasa bias, tapi... begitulah, saya nggak bisa memaksakan diri untuk nyari kelemahnnya.
Season 2? Boleh, saya selalu siap sedia menghadapi anime kayak begini. :)
Rating:
8.6/10 (B+ rank) untuk Demi-chan wa Kataritai karena kontennya yang sangat eksploratif dan berorientasi pada individu dengan karakterisasi menarik. Nggak lupa juga untuk pesannya buat saya pribadi, yang kental tentang anti-diskriminasi.
Direkomendasikan untuk penyuka anime eksploratif santai, dan juga buat para pecinta genre slice of life.
Para karakter utamanya nyaris nggak ada yang one-dimensional. Hikari bisa saya anggap iya (cheerful, cheerful, and... cheerful), tapi sisanya nggak sama sekali, bukan sekedar karakter yang bisa didefinisikan hanya dengan 1 macam trait. Kyouko yang keliatan kalem-kalem lembut ternyata punya keinginan mendalam untuk tahu lebih jauh tentang dirinya sebagai dullahan, juga nggak tersinggung dengan jokes yang menyangkut tentang keunikan dirinya (bahkan sebenernya dia pengen bercanda dengan topik tersebut). Yuki yang keliatannya melankolik murung-murung di awal, pada akhirnya nggak lagi sering berpikiran negatif tentang diri sendiri, juga ternyata punya ketertarikan pada lawakan jadul. Satou-sensei bener-bener unik, suatu bentuk antitesis terhadap succubus klasik yang ada dalam legenda dan berusaha SANGAT KERAS untuk melawan nature-nya sebagai succubus.
Dan tentu aja buat Takahashi-sensei! Saya kagum banget sama karakter satu ini yang selalu bertindak sesuai kapasitasnya sebagai sosok akademisi, dan selalu bisa membawa keempat Demi yang ada kepada pemecahan masalah yang efektif tanpa harus bersikap sok pahlawan. Dia juga nggak sotoy alias sok tahu. Kalo beneran nggak tahu karena emang di luar bidangnya, dia nggak ragu untuk meminta bantuan orang lain yang lebih expert (ep 10). Terakhir, yang bikin saya harus tepuk tangan adalah pengakuan si pak guru itu kalo pada awalnya dia tertarik dengan para Demi karena murni rasa penasaran secara personal, namun perlahan berubah menjadi ketulusan untuk membantu keempat Demi di sekitarnya. Semacam punya balance antara brain and heart yang dibentuk lewat interaksi-interaksi yang keliatannya santai namun berarti. Keren lah!
And... hey Takahashi-sensei, now you're one of the best male anime character in my opinion.
Zaman sekarang ada murid cewek meluk guru cowok begini... HALO POLISI. |
Interview #2 - Explorative!
Keseluruhan tema eksplorasi yang diangkat bener-bener unik dan memuaskan. Seperti yang udah saya katakan di first impression, yang kali ini dieksplorasi bukan lingkungan eksternal, namun para Demi per individu. Dipadukan dengan rasa penasaran bernafaskan intelektualitas dari karakter utama, semua hal menyangkut nature para Demi tersebut diceritakan dengan sangat luwes dan ngalir alamiah. Nggak ada yang terasa dipaksain.
Bukan cuma itu, hal-hal yang membuat penasaran penontonnya (baca: saya) pun diceritakan tuntas! Keseluruhan mental dan fungsi kognitif saya sukses dibuat menjerit gembira setiap kali ada nature seorang Demi yang ditelaah sampai ke detail-detailnya (episode 10 FTW!). Langkah-langkah penyelesaiannya pun enak ditonton, apalagi buat saya yang pada dasarnya science enthusiast (selain history enthusiast :P). Urutannya rapi. Memang nggak selalu terjadi di setiap episode, tapi biasanya ada hipotesis dari Takahashi-sensei, lalu ada sesi brainstorming dengan klien Demi, sesekali membahas hasil riset dari pustaka dongeng masa lalu, juga kadang ada pengujian melalui eksperimen-eksperimen santai yang nggak rumit, yang pada akhirnya menghasilkan kesimpulan yang paten. Semuanya ringan dan nggak njelimet.
Masih ada! Eksplorasi di sini nggak sekedar mengungkap nature para Demi sebagai makhluk unik, tapi juga pengaruhnya bagi nature manusia normal mereka. Inget, di sini mereka bukan monster gaib dunia antah-berantah. Gimana "bentuk fisik" Kyouko mempengaruhinya dalam kegiatan sehari-hari, gimana overthinking Yuki (yang belum terbukti) membuatnya menjauh dari orang banyak, serta gimana repotnya Satou-sensei akan kemampuan yang dimilikinya plus hubungannya dengan idealismenya tentang suatu hubungan romantik. Khusus Hikari, kebanyakan pengungkapan sisi kemanusiaan dan ke-Demi-annya adalah melalui keluarganya, berkutat seputar pengaruh nature vampir pada umumnya terhadap selera tertentu dan panca indera yang dimiliki.
Dan yang terakhir untuk faktor tema eksplorasi adalah...
Nggak menjurus ke sexualization!
Saya nggak tahu mulai nge-hits sejak kapan, tapi saya tahu kalo ada anime/manga dengan karakter makhluk setengah manusia yang menjadi objek ke arah... situ. Okelah, mungkin itu fetish personal, sehingga saya nggak punya hak untuk mengganggu gugat. Tapi! Anime ini sukses menunjukkan kalo segala sesuatu berbau setengah manusia nggak harus diarahkan ke yang mesum-mesum. Memang di sini tetap ada beberapa adegan fanservice, namun biasanya menyangkut Satou-sensei yang pada dasarnya memang makhluk dengan nature "begitu" (cuma ditekan sekuat tenaga). Fanservice yang ada pun nggak menjadi sekedar pemuas syahwat penonton, tetapi memiliki dasar yang masuk akal. Kalo pun masih ada yang lain, itu berada dalam kuantitas dan intensitas yang amat sangat manageable dan nggak bikin saya ngomel.
Saking eksploratifnya SAMPE HEISENBERG UNCERTAINTY PRINCIPLE DIBAWA-BAWA DI EP 10. BUSET. |
Interview #3 - Message!
Di first impression saya katakan kalo saya "menangkap sesuatu" yang akan saya ungkap di full review. Sesuai janji, saya bongkar sekarang juga.
Yang akan saya katakan memang subjektif, dan otak yang berbeda mungkin akan menangkap sesuatu yang berbeda pula. Tapi... ada satu yang nggak bisa lepas dari pikiran saya setiap kali menonton para Demi di anime ini dengan segala problematikanya.
"Gimana seandainya kalo mereka itu sebenernya menggambarkan orang-orang yang punya kelainan?"
Eureka pun terjadi di dalem kepala saya. Itulah pemahaman menyeluruh yang saya dapatkan tentang anime ini, yaitu simbolisme tentang mereka yang kurang beruntung dalam beberapa aspek. Secara spesifik, begini kira-kira. Hikari bisa jadi simbolisasi untuk orang-orang dengan kelainan dalam hal mental. Kyouko untuk mereka yang physically disable. Yuki untuk mereka dengan gangguan dalam aspek psikologis. Terakhir, Satou-sensei bagi mereka dengan kelainan dalam hal seksual. Mohon maaf banget kalo dirasa menyinggung, tapi saya cukup awam dalam masalah kosakata untuk merujuk pada orang-orang seperti itu. Boleh dikoreksi kalo ada istilah yang lebih "halus".
Melangkah lebih lanjut, saya juga menyadari dua hal. Pertama, jangan merasa (maaf) jijik ataupun punya stigma negatif terhadap mereka yang punya kekurangan, ditunjukkan dengan masyarakat umum di sini yang udah menerima mereka sebagai orang biasa. Saya kurang tahu gimana di Jepang sana apakah secara general masih ada yang kayak begitu terhadap orang-orang yang demikian (sehingga mungkin perlu disindir lewat anime semacam Demi-chan), tapi saya berharap nggak di negara ini. Kedua, berkaca dari sikap Takahashi-sensei, menolong mereka tidak cukup hanya dengan hati, namun juga harus melibatkan otak. Kalo keduanya bekerjasama, maka bakalan tercipta solusi efektif bagi kekurangan yang dimiliki oleh orang-orang tersebut.
So, anime ini bukan sekedar hiburan bagi saya, tapi punya sesuatu yang baik yang bisa menjadi pembelajaran.
Serius, ini BEST REMARK di sepanjang anime. |
Sekarang ke aspek-aspek lainnya. Untuk visual, saya masih beranggapan sama seperti di first impression, nggak ada yang buaguuuss buanget, tapi juga nggak ancur parah. Masalah suara-suaraan juga demikian. Opening theme sama ending-nya nggak jelek, tapi nggak juga bisa dibilang bikin nagih. Seiyuu-nya aja yang lumayan. Hikasa Youko paling menonjol di sini setiap kali ada perubahan tone ekspresi suara, diikuti Shinoda Minami (yang pada dasarnya saya suka warna suaranya).
Lanjut ke kelemahan!
"K-Kelemahannya?" |
Nggak ada.
Serius, buat saya nggak ada yang ngurang-ngurangin. Dicari gimana juga nggak ketemu kalo secara pandangan personal. Cuma aspek-aspek netral itu aja (audiovisual) yang nggak bisa ngasih nilai plus, tapi juga nggak ngurangin. Pas di taraf acceptable. Maaf kalo dirasa bias, tapi... begitulah, saya nggak bisa memaksakan diri untuk nyari kelemahnnya.
Season 2? Boleh, saya selalu siap sedia menghadapi anime kayak begini. :)
"Ah masa sih lu siap didatengin kita-kita lagi?" |
---------------
Rating:
8.6/10 (B+ rank) untuk Demi-chan wa Kataritai karena kontennya yang sangat eksploratif dan berorientasi pada individu dengan karakterisasi menarik. Nggak lupa juga untuk pesannya buat saya pribadi, yang kental tentang anti-diskriminasi.
Direkomendasikan untuk penyuka anime eksploratif santai, dan juga buat para pecinta genre slice of life.
See you later, Demi-chan! |
***
0 comments